Sabtu, 15 Mei 2010

tugas bu hanun

BAB I

Pendahuluan

Penyusunan kerangka penelitian berangkat dari problematika penelitian, sebab dari permasalahan akan memunculkan tujuan penelitian, hipotesa penelitian, meskipun ada penelitian yang berangkat tidak dari hipotesa. Untuk menjawab problematika, mencapai tujuan penelitian, dan menguji hipotesa diperlukan data penelitian.Oleh karena itu problematika penelitian yang dimunculkan hendaknya dijawab data penelitian.

Data yang diperoleh mempertimbangkan validitas, realibilitas, dan obyektivitas. Sudah barang tentu dari berbagai jenis penelitian kreteria tidak sama, seperti yang dikatakan Sugiyono bahwa, “ pada penelitian kuantitatif untuk memperoleh data yang valid, reliable dan obyektif perlu uji instrumen yang valid, reliable, dan obyektif pada sampel yang mendekati jumlah populasi dan pengumpulan serta analisis data dilakukan dengan cara yang benar.”Sedangkan untuk penelitian kualitatif bukan uji instrument melainkan uji data yang dikumpulkannya. Oleh sebab itu untuk lebih jelasnya kita uraikan lebih lanjut.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PERMASALAHAN VALIDITAS

Dalam penelitian kuantitatif dikenal adanya validitas internal yang menunjuk pada seberapa besar variansi pada suatu variabel terikat dapat digunakan untuk mengontrol variansi pada variabel bebas. Cara menguji ada tidaknya validitas internal adalah dengan cara menilai seberapa banyak hasil penelitian menunjukan adanya hubungan dengan realitas kehidupan[1]

Dari sudut pandang peneliti kualitatif, realitas kehidupan harus dipandang sebagai suatu perangkat kostruksi mental yang bersifat majemuk. Manusia sebagai pembuat konstruksi tersebut memiliki pikiran yang dapat nmengarahkan agar konstruksi mental tersebut diterima atau ditolak oleh orang lain meski harus melalui persuasi atau bahkan hipnotis. Oleh karena itu, mengukur validitas berdasarkan ada tidaknya hubungan dengan realitas kehidupan bukan merupakan suatu keharusan tetapi sekedar pilihan[2] Dalam penelitian kualitatif, untuk menunjukan validitas atau nilai kebenaran (truth value) harus dibuktikan dengan ada atau tidaknya konstruksi mental yang bersifat majemuk secara tepat. Artinya, bahwa penemuan dan interpretasinya memiliki kredibilitas yang menurut istilah konvensional disebut validitas internal. Kredibilitas dalam penelitian kualitatif dicapai dengan cara : (1) mengusahakan agar penelitian dilakukan sedemikian rupa sehingga penemuan dan penafsirannya sesuai dengan hal yang sebenarnya; (2) mendemonstrasikan kredibilitas penemuan dengan jalan mengusahakan agar penemuan penelitian disetujui oleh penyusun realitas yang bersifat majemuk tersebut (subjek yang diteliti). Cara yang terakhir biasa disebut dengan istilah “triangulasi” dengan jalan meminta subjek yang diteliti untuk mengecek kebenaran interpretasi peneliti dengan meminta mereka membaca (atau dibacakan peneliti) draft laporan penelitianan.

Meskipun bias yang disebabkan oleh instrumentasi mungkin sekali terjadi dalam penelitian kualitatif, interaksi secara kontinyu dan dalam jangka waktu yang lama memungkinkan peneliti kualitatif mengatasi bias penelitiannya. Penelitian kualitatif didisain sehingga ada kecocokan antara data dengan apa yang benar-benar dikatakan dan dilakukan oleh subjek penelitian. Dengan mengamati subjek dalam kehidupannya sehari-hari, mendengar apa yang dipikirkannya, peneliti kualitatif memperoleh pengetahuan tentang kehidupan sosial dari tangan pertama[3] .

Mengenai hal keterterapan (applicability) hasil penelitian, peneliti kualitatif mempertimbangkan konteks. Hasil penelitian dapat diransfer ke fenomena yang lain apabila fenomena lain tersebut memiliki tingkat kesamaan konteks yang relatif tinggi. Dengan kata lain applikabilitas hasil penelitian kualitatif bersifat kontekstual. Hal ini berbeda dengan istilah generalisasi dalam penelitian kuantitatif. Peneliti kuantitatif menyarankan penerapan hasil penelitian pada populasi dalam konteks yang mungkin sekali berbeda.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa yang dapat menentukan suatu temuan penelitian kualitatif dapat ditransfer ke konteks tertentu atau tidak adalah pihak yang akan menerapkan temuan penelitian tersebut. Pihak yang akan menerapkan temuan penelitian harus mengumpulkan bukti empiris tentang persamaan kontekstual. Tanggung jawab peneliti terbatas pada memberikan deskripsi yang lengkap dengan disertai bukti-bukti yang meyakinkan sehingga memungkinka pihak yang bermaksud menerapkan temuan penelitian membuat keputusan mengenai ada atau tidaknya persamaan konteks penelitian dengan konteks fenomena yang akan diterapi temuan tersebut.

  1. Pengertian Validitas

Ada beberapa definisi tentang validitas diantaranya menurut Fraenkel[4] . dikatakan bahwa, “ Validitas menunjukkan kesamaan, pengertian maupun penggunaan masing-masing peneliti yang berbeda dalam mengumpulkan data.” Sedangkan batasan validitas menurut Sugiyono. dikatakan bahwa,”Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti.”[5] Jadi dari kedua pendapat itu jelas batasan validitas adalah berkenaan dengan derajat ketepatan, antara data obyek sebenarnya dengan data penelitian.

  1. Validitas Dalam Penelitian Kualitatif

Ada perbedaan yang mendasar mengenai validitas dalam penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Dalam penelitian kuantitatif untuk mendapatkan data yang valid yang diuji validitas dan reliabilitasnya adalah instrumen penelitiannnya. Sedangkan dalam penelitian kualitatif yang diuji adalah datanya. Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.

Validitas dalam penelitian kualitatif menunjukkan sejauhmana tingkat interpretasi dan konsep-konsep yang diperoleh memiliki makna yang sesuai antara peneliti dan partisipan. Dengan kata lain, partisipan dan peneliti memiliki kesesuaian dalam mendeskripsikan suatu peristiwa terutama dalam memaknai peristiwa tersebut.

Pengertian reliabilitas dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif pun berbeda. Dalam penelitian kualitatif sutau relaitas itu bersifat majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada yang konsisten, dan berulang seperti semula. Situasi senantiasa berubah demikian juga perilaku manusia yang terlibat didalamnya.

Pelaporan penelitian kualitatif pun bersifat individu, atau berbeda antara peneliti satu dengan peneliti lainnya. Bahkan untuk obyek yang sama, apabila ada 5 peneliti dengan latar belakang yang berbeda, akan diperoleh 5 laporan penelitian yang berbeda pula. Peneliti yang berlatar belakang pendidikan tentu akan menemukan dan melaporkan hasil penelitian yang berbeda dengan peneliti yang berlatarbelakang sosiologi.

Oleh karena itu penelitian kualitatif sering dikatakan bersifat subyektif dan reflektif. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan instrumen yang standar tetapi peneliti bertindak sebagai instrumen. Data dikumpulkan secara verbal diperkaya dan diperdalam dengan hasil pengamatan, mendengar, persepsi, pemaknaan/penghayatan peneliti. Namun demikian peneliti meskipun melibatkan segi subyektifitas , dia harus disiplin dan jujur terhadap dirinya sebab penelitian kualitatif harus memiliki objektifitas pula. Objektifitas disini berarti data yang ditemukan dianalisis secara cermat dan teliti, disusun, dikategorikan secara sistematik, dan ditafsirkan berdasarkan pengalaman, kerangka berpikir, persepsi peneliti tanpa prasangka dan kecenderungan-kecenderungan tertentu.

Sedangkan penelitian kualitatif dikatakan bersifat reflektf karena penelitian kualitatif merupakan pengkajian yang cermat dan hati-hati terhadap seluruh proses penelitian.

Menurut Prof. Dr. Nana Syaodih S.[6], validitas penelitian kualitatif dapat dicapai melalui kombinasi sepuluh strategi peningkatan validitas, yaitu:

a. Pengumpulan data yang relatif lama.

Memungkinkan terkumpulnya data secara lengkap dan ditemukannnya data yang berangsur sesuai dengan kenyataan.

b. Strategi multi metode.

Kombinasi teknik pengumpulan data, antara lain, wawancara, observasi, studi dokumenter .

c. Bahasa partisipan kata demi kata.

Pengumpulan data maupun analisis data dilakukan kata demi kata sehingga mendapatkan rumusan yang rinci.

d. Dekriptor inferensi yang rendah.

Pencatatan yang lengkap dan detil baik untuk sumber situasi maupun orang menjadikan catatan dimengerti dan tidak menimbulkan apersepsi yang berbeda.

e. Peneliti beberapa orang.

Data deskriptif yang dikumpulkan dan disetujui oleh tim peneliti.

f. Pencatat data mekanik.

Data direkam baik mengggunakan media audio, video, maupun foto sehingga ada pembuktian sesuai kenyataan.

g. Partisipan sebagai peneliti.

Menggunakan catatan-catatan yang dimiliki partisipan untuk melengkapi.

h. Pengecekan anggota.

Pengecekan data ulang oleh anggota peneliti yang lain.

i. Review oleh partisipan.

Meminta pada partisipan untuk mereview data, dan melakukan sistesis semua hasil wawancara dan observasi.

j. Kasus-kasus negatif.

Mencari, mencatat, menganalisa, melaporkan data dari kasus-kasus negatif atau yang berbada dengan pola yang ada.

  1. Macam-macam Validitas[7]

a) Validitas Isi

Merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validasi ini adalah “sejauhmana aitem-aitem dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi (dengan catatan tidak keluar dari batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau “sejauhmana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.[8]

Selanjutnya validitas isi terbagi menjadi 2 (dua), yaitu :

1) Validitas muka (face validity)

Tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan (appearance) tes. Apabila penampilan tes telah meyakinkan dan memberikan kesan mampu mengungkap apa yang hendak diukur maka dapat dikatakan bahwa validitas muka telah terpenuhi.

2) Validitas logik (logical/sampling validity)

Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi tes merupakan representasi dari ciri-ciri atribut yang hendak diukur. Untuk memperoleh validitas logik yang tinggi, suatu tes harus dirancang sedemikian rupa sehingga benar-benar berisi hanya aitem yang relevan dan perlu menjadi bagian tes secara keseluruhan. Penggunaan blueprint sangat membantu tercapainya validitas logik.

b) Validitas Konstruk

Adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh mana tes mengungkap suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya. Pengujian validitas konstrak merupakan proses yang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur. Hasil estimasi validitas konstrak tidak dinyatakan dalam bentuk suatu koefisien validitas.

Dukungan terhadap adanya validitas konstrak, menurut Magnusson, dapat dicapai melalui beberapa cara antara lain :

1) Studi mengenai perbedaan diantara kelompok-kelompok yang menurut teori harus berbeda

Apabila teori mengatakan bahwa antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya harus memiliki skor yang berbeda.

2) Studi mengenai pengaruh perubahan yang terjadi dalam diri individu dan lingkungannya terhadap hasil tes

Apabila teori mengatakan bahwa hasil tes dipengaruhi oleh kondisi subjek dikarenakan faktor kematangan.

3) Studi mengenai korelasi diantara berbagai variabel yang menurut teori mengukur aspek yang sama

Studi ini dapat diperluas dengan mengikutsertakan korelasi antara berbagai skor tes yang mengukur aspek yang berbeda.

4) Studi mengenai korelasi antaraitem atau antar belahan tes

Interkorelasi yang tinggi antarbelahan dari suatu tes dapat dianggap sebagai bukti bahwa tes mengukur satu variabel satuan (unitary variable).

c) Validitas Berdasar Kriteria

Menghendaki tersedianya kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Suatu kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksikan oleh skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan. Untuk melihat tingginya validitas berdasar kriteria dilakukan komputasi korelasi antara skor tes dengan skor kriteria. Koefisien ini merupakan koefisien validitas bagi tes yang bersangkutan, yaitu rxy, dimana X melambangkan skor tes dan Y melambangkan skor kriteria.

Prosedur validasi berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas, yaitu :

1) Validitas prediktif, sangat penting artinya bila tes dimaksudkan untuk berfungsi sebagai prediktor bagi performansi diwaktu yang akan datang.[9]

2) Validitas konkruen, apabila skor tes dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan koefisien validitas konkruen.

Psychological Testing[10]

a. Prosedur Deskripsi-Isi

Pada dasarnya melibatkan pengujian sistematik atas isi tes untuk menetukan apakah tes itu mencakup sampel representatif dari domain perilaku yang harus diukur.

Validitas isi janganlah dikacaukan dengan validitas nominal (face validity). Validitas nominal bukanlah validitas dalam pengertian teknis; validitas ini merujuk pada apa yang nampaknya diukur. Validitas nominal berhubungan dengan apakah tes itu “kelihatan valid” bagi peserta tes yang mengikutinya.

Validitas nominal kerap kali dapat diperbaiki dengan merumuskan kembali butir-butir soal tes dalam istilah-istilah yang nampak relevan dan masuk akal dalam lingkungan tertentu dimana tes-tes itu akan digunakan.

b. Prosedur Prediksi Kriteria

Prosedur validasi prediksi kriteria menunjukkan efektivitas sebuah tes untuk memprediksi kinerja seseorang dalam aktivitas-aktivitas tertentu. Ukuran kriteria yang menjadi tolak ukur validasi skor-skor tes divalidasikan bisa diperoleh pada saat yang hampir sama dengan pemberi skor tes atau setelah suatu interval ditetapkan.

Validitas prediksi kriteria kerapkali digunakan dalam studi-studi validasi lokal, yang padanya efektivitas sebuah tes untuk program tertentu harus dinilai. Validitas prediksi kriteria bisa dicirikan sebagai validitas praktis sebuah tes untuk maksud tertentu.

c. Prosedur Identifikasi Konstruk

Validitas konstruk suatu tes adalah lingkup sejauhmana tes bisa dikatakan mengukur suatu konstruk atau sifat yang teoritis. Tiap konstruk dikembangkan untuk menjelaskan dan mengorganisir konsistensi-konsistensi respons yang teramati. Konstruk-konstruk tersebut berasal dari hubungan-hubungan tetap antara ukuran-ukuran perilaku. Validasi konstruk membutuhkan akumulasi informasi secara bertahap dari berbagai sumber.

E. Pengujian Validitas Dalam Penelitian Kualitatif

Menurut Prof. Dr. Sugiyono,[11] pengujian validitas dan reliabilitas data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas, uji transferability, uji depenability, dan uji konfirmability.

a. Uji Kredilibitas

Uji kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain :

1) Perpanjangan pengamatan.

Peneliti kembali melakukan pengamatan dilapangan/lokasi penelitian. Artinya hubungan peneliti dengan partisipan/narasumber semakin akrab, terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

2) Peningkatan ketekunan dalam penelitian.

Peneliti melakukan pengecekan kembali apakah data yang yang telah ditemukan salah atau benar. Peneliti juga dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis.

3) Triangulasi.

Pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu.

· Triangulasi sumber.

· Triangulasi teknik pengumpulan data.

· Triangulasi waktu pengumpulan data.

4) Analisis kasus negatif.

Peneliti mencari data yang berbeda atau behkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuannya, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

5) Memberchek.

Proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan membercek untuk mengetahui sejauhmana data yang diperolh sesuai apa yang diberikan pemberi data.[12]

b. Uji Transferability

Transferability berkaitan dengan sejauh mana hasil penelitian dapat ditepkan atau digunakan dalam situasi lain. Oleh karena itu, agar orang lain dapat memahami hasil penelitian dan ada kemungkinan menerapkannya, maka peneliti harus membuat laporan secara rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

c. Uji Depenability dan Uji Konfirmability

Uni dependability dilakukan dengan mengaudit seluruh proses penelitian, yaitu dilakukan oleh auditor yang independen.

Uji Konfirmability hamper sama dengan iju dependability, yaitu menguji hasil penelitian dikaitkan dengan proses yang dilakukan. Apabila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.

Oleh karena itu dua pengujian ini sering kali dilakukan bersama-sama.

Cara Menguji Validitas

Berikut ini akan disampaikan cari menguji validitas alat pengukur. Karena terdapat berbagai jenis teknik pengumpulan data dan berbagai jenis validitas yang teknik penyusunannya tidak mungkin dibicarakan semuanya maka validitas yang akan diuji hanya dibatasi pada penyusunan skala sikap dengan validitas konstrak. Dengan memahami cara penyusunan validitas konstrak, maka penyusunan validitas lainnya akan lebih mudah, karena pada dasarnya prinsip perhitungannya adalah sama.

Contoh yang akan disajikan di sini adalah contoh penyusunan skala pengukur sikap terhadap ‘nilai anak’ (value of children).

Langkah-1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur.

Seperti yang telah diterangkan di muka, suatu konsep memiliki konstrak. Konstrak tersebut harus dicari dengan berbagai cara berikut ini.

i. Mencari definisi dan rumusan tentang konsep yang akan diukur yang telah ditulis para ahli dalam literatur. Kalau sekiranya sudah ada rumusan yang cukup operasional untuk digunakan sebagai alat pengukur, maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Tetapi bila rumusan belum operasional, maka tugas penelitian untuk merumuskannya seoperasional mungkin.

ii. Kalau sekiranya di dalam literatur tidak dapat diperoleh definisi atau rumusan konsep yang akan diukur, maka tugas penelitianlah untuk membuat definisi dan rumusan konsep tersebut. Untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan tersebut, si peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli lain. Pendapat para ahli lain ini kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional.

iii. Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. inisalnya untuk merumuskan konsep ‘nilai anak’, peneliti menanyakan kepada calon responden tentang keuntungan dan kerugian apa yang diperoleh dengan memiliki anak. Dan jawaban yang diperoleh, peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional.

Cara manakah yang sebaiknya harus dipakai? Menurut pendapat penulis, semua cara di atas harus dipakai agar supaya konsep yang akan diukur menjadi lebih tuntas. Dengan demikian validitas alat pengukur akan lebih tinggi.

Dalam contoh berikut ini, operasionalisasi konsep ‘nilai anak’ didasarkan pada rumusan yang diajukan oleh Arnold dan Fawcett (1975). Menurut kedua ahli ini, dengan memiliki anak, orangtua akan memperoleh hal-hal yang menguntungkan atau hal-hal yang merugikan. Apa yang diperoleh tersebut dapat digolongkan ke dalam empat kelompok nilai, yakni nilai positif (positive value), nilai negatif (negative value), nilai keluarga besar (large family value), dan nilai keluarga kecil (small family value). Untuk sekadar contoh akan diambil dua kelompok nilai saja, yaitu nilai positif dan nilai negatif. Nilai positif adalah hal-hal yang menguntungkan karena memiliki anak, yang meliputi:

- keuntungan emosional

- keuntungan ekonomi dan rasa aman

- pengayaan dan pengembangan diri

- identifikasi pada anak

- kemesraan keluarga dan keutuhan perkawinan

Nilai negatif adalah hal-hal yang merugikan karena memiliki yang terdiri atas:

- beban emosional

- beban ekonomi

- berkurangnya keleluasaan dan kesempatan

- beban tenaga

- beban bagi keluarga

Hal-hal yang bernilai positif atau negatif tersebut selanjutnya harus dijabarkan ke dalam pertanyaan atau pernyataan yang lebih operasional. Pertanyaan/pernyataan yang operasional inilah yang akan menjadi komponen skala pengukur. Contoh operasionalisasi dari masing-masing nilai adalah sebagai berikut.

Keuntungan emosional adalah keuntungan yang diperoleh oleh orang tua yang berupa rasa senang, rasa cinta, rasa damai, karena kehadiran anak. Contoh pernyataan dalam skala pengukur adalah seperti berikut:

a. Orang yang tidak mempunyai anak tidak akan dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

b. Orang yang memiliki anak tidak akan kesepian di dalam hidupnya.

c. Kehadjran anak-anak membuat suasana rumah lebih meriah.

Keuntungan ekonomi adalah keuntungan yang diperoleh dan anak yang berupa sumbangan ekonomis, seperti sumbangan tenaga kerja, uang, dan jaminan ekonomi di hari tua. Contoh pernyataannya sebagai berikut:

a. Banyak anak, banyak rezeki.

b. Dengan mempunyai anak pekerjaan di rumah menjadi ringan.

c. Anak adalah jaminan hidup di masa tua.

Pengayaan dan pengembangan diri adalah nilai yang diperoleh karena pengalaman pengasuh anak. Pengalaman ini membuat di lebih matang, dan pengalaman hidup lebih kaya dengan variasi. Berikut ini adalah contoh pernyataan dalam skala pengukur

a. Pengalaman mengasuh anak membuat pribadi lebih dewasa.

b. Pengalaman mengasuh anak adalah pengalaman yang sangat berharga.

c. Mengasuh anak akan membuat kesabaran diri meningkat.

Identifikasi pada anak adalah nilai yang diperoleh karena orang merasa bahwa anak adalah representasi dirinya. Anak adalah bagian dari kehidupan, jika anak gembira orangtua pun akan gembira. Contoh pernyataan dalam alat pengukur adalah:

a. Anak adalah pewaris kehidupan yang tidak bisa diganti oleh siapapun.

b. Kesuksesan yang diraih oleh anak adalah sumber kegembiraan orangtua yang tidak dapat disamai oleh kegembiraan lainnya.

c. Tanpa anak hidup ini tiada lengkap

Kemesraan keluarga dan keutuhan perkawinan. Contoh pernyataan untuk nilai ini adalah sebagai berikut:

a. Hubungan suami isteri akan lebih intim dengan memiliki anak.

b. Tanpa anak suami akan berkurang cintanya pada isteri.

c. Anak adalah pencegah utama terjadinya perceraian.

Beban emosional adalah nilai yang berupa kerugian yang didapat oleh orang yang punya anak, berupa rasa jengkel, ketidaktenangan pikiran, dan lain-lain. Bentuk pernyataan dalam kuesioner adalah:

a. Memiliki anak membuat pikiran tidak pernah tenang.

b. Anak adalah sumber kecemasan dalam hidup.

c. Hidup ini akan lebih bahagia bila tidak memiliki anak.

Beban ekonomi berupa nilai yang merupakan kerugian finansial karena memiliki anak. Contoh pernyataan seperti berikut:

a. Banyak anak, keuangan keluarga akan morat-marit.

b. Dengan memiliki anak, kemewahan hidup akan berkurang.

c. Hidup tanpa anak akan lebih menjamin ekonomi keluarga.

Berkurangnya keleluasaan dan kesempatan. Contoh pernyataan:

a. Kehadiran anak membuat kehidupan kurang bebas.

b. Banyak kesempatan untuk maju hilang karena mempunyai anak.

c. Keinginan seseorang akan mudah tercapai bila dia tidak punya anak.

Beban tenaga adalah nilai yang berupa tuntutan tenaga dalam mengurusi anak. Pernyataan berikut adalah contoh untuk mengungkapkan nilai tersebut.

a. Mengurusi anak melelahkan badan.

b. Tampa anak orang akan lebih sehat badannya.

c. Merawat anak menuntut banyak tenaga.

Beban keluarga adalah kerugian dalam keintiman suami isteri yang disebabkan oleh kehadiran anak. Contoh pernyataannya adalah sebagai berikut:

a. Keintiman suami isteri terganggu karena kehadiran anak.

b. Anak seringkali menjadi sumber pertengkaran suami-isteri.

c. Perkawinan akan lebih mampu bertahan bila tidak memilih anak.

Setiap pernyataan tersebut disertai altematif jawaban yang harus dipilih responden. Alternatif jawaban bisa bermacam-macam bentuknya. Salah satu bentuk yang umum dipakai adalah:

a. Sangat setuju

b. Setuju

c. Tidak berpendapat (netral).

d. Tidak setuju

e. Sangat tidak setuju.

Untuk pernyataan yang mengukur nilai positif, jawaban tersebut dinilai dengan angka seperti berikut:

a. Sangat setuju 5

b. Setuju 4

c. Tidak berpendapat 3

d. Tidak setuju 2

e. Sangat tidak setuju 1

Untuk pernyataan yang mengukur nilai negatif, nilai angka kebalikan dan nilai di atas, yaitu:

a. Sangat setuju 1

b. Setuju 2

c. Tidak berpendapat 3

d. Tidak setuju 4

e. Sangat tidak setuju 5

Langkah-2. Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menyatakan mereka setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji ininimal 30 orang. Dengan jumlah ininimal 30 orang ini distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurve normal. Asumsi kurve normal ini sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik.

Langkah-3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban. Untuk ilustrasi: inisalnya ada 10 pertanyaan yang dipakai di skala pengukur dari 10 responden yang menjawab. inisalkan jawaban yang diberikan responden seperti yang tertulis di dalam tabulasi pada Tabel-1.

Langkah-4. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi ‘product moment’, yang rumusnya seperti berikut:

r =

Tabel 1 : Tabulasi Jawaban Responden

Responden

Nomor Pernyataan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Total

a

5

4

5

4

5

4

4

5

4

5

45

b

4

5

4

5

4

5

5

4

5

4

45

c

3

4

4

3

4

2

4

5

4

4

39

d

5

5

4

3

4

5

4

3

4

1

38

e

3

3

4

4

3

4

4

4

4

1

34

f

2

1

2

1

2

2

2

2

1

5

21

g

2

3

2

3

2

2

3

3

1

5

26

h

1

1

1

2

1

2

2

1

2

5

16

i

4

4

4

5

5

5

4

4

4

1

40

j

3

2

2

2

2

3

2

2

2

5

24

Contoh di bawah ini adalah perhitungan korelasi antara pernyataan nomor satu dengan skor total. Perhitungan di mulai dengan membuat tabel perhitungan seperti yang terlihat dalam Tabel-2.

Responden

X

Y

X2

Y2

XY

a

5

45

25

2025

235

b

4

45

16

2025

180

c

3

39

9

1521

117

d

5

38

25

1444

190

e

3

34

9

1156

102

f

2

21

4

441

42

g

2

26

4

676

52

h

1

16

1

256

16

i

4

40

16

1600

160

j

3

24

9

576

72

N = 10

X = 32

Y = 328

X2 = 118

Y2 = 11720

XY = 1166

Catatan : X adalah skor pernyataan no. 1.

Y adalah skor total.

XY skor pernyataan no. 1 dikalikan skor total.

Masukkan semua angka ini di atas ke dalam rumus korelasi product moment, dan menjadi:

r =

r = 0,884

Karena ada 10 pernyataan di dalam skala pengukur, maka 10 korelasi product moment yang dilakukan. Hasilnya seperti berikut:

Pernyataan no. 1 = 0,884

Pernyataan no. 2 = 0,893

Pernyataan no. 3 = 0,931

Pernyataan no. 4 = 0,811

Pernyataan no. 5 = 0,920

Pernyataan no. 6 = 0,705

Pernyataan no. 7 = 0,827

Pernyataan no. 8 = 0,893

Pernyataan no. 9 = 0,867

Pernyataan no. 10 = 0,564

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik. Tabel korelasi nilai — r. Tabel ini dapat dilihat pada lampiran. Cara melihat angka kritik adalah melihat baris N-2. Jadi kalau jumlah responden ada 10 orang, maka jalur yang dilihat adalah baris 10-2 = 8. Untuk taraf signifikansi 5% angka kritik adalah 0,632, sedangkan untuk signifikansi 1% angka kritik adalah 0,765. Berhubung angka korelasi yang diperoleh dari pernyataan no.1 sampai dengan no. 9 adalah di atas angka kritik taraf 5%, maka pernyataan 1 sampai dengan no. 9 adalah signifikan. Hal ini berarti bahwa pernyataan-pernyataan tersebut memiliki validitas konstrak. Dalam bahasa statistik terdapat konsistensi internal (internal consistency) dalam pernyataan-pernyataan tersebut. Yang dimaksud dengan konsistensi internal adalah pernyataan-pernyataan tersebut mengukur aspek yang sama.

Pernyataan no. 10 tidak signifikan, karena angka korelasi yang diperoleh adalah di bawah angka kritik. Selain itu angka korelasi yang diperoleh adalah negatif. Korelasi yang negatif ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya, dan karena itu pernyataan nomor 10 tidak valid. Dengan kata lain, Pernyataan no. 10 tidak konsisten dengan pernyataan yang lain, dan tidak mengukur aspek yang sama dengan yang diukur oleh Pernyataan no.1 sampai dengan Pernyataan no. 9.

Apabila dalam perhitungan ditemukan pernyataan yang tidak valid (tidak signifikan pada tingkat 5%), kemungkinan pernyataan tersebut kurang baik susunan kata-kata atau kalimatnya. Kalimat yang dipakai menimbulkan penafsiran yang berbeda.

Selain menggunakan teknik mengkorelasikan masing-masing pernyataan dengan skor total, ada beberapa teknik lain lagi untuk menguji validitas konstrak, yaitu: dengan metode eksperimental dan metode known group[13]. Metode ini tidak dibicarakan dalam tulisan ini.

.



[1] Lincoln dan Guba. Naturalistic inquiry. (Beverly Hills, New york : wiley, 1985), hal. 290

[2] Ibid, hal. 295.

[3] Bogdan dan Taylor Introduction to qualitative reseacrh methods. (New york : wiley. 1984), hal. 7

[4] Jack Fraenkel, How To Design and Evaluate Research In Education. (The Megrew Hill, 1993.) hal. 139.

[5]Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). (Bandung: Alfabeta. 2007), hal.363

[6] Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal.377.

[7] Sukadji, Soetarlinah. Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian, (Jakarta : UI-Press, 2000), hal.30-31.

[8] Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 128

[9] Nasution, Metode Research, (Jakarta:Bumi Aksar, 2006), hal.76.

[10] Anastasi, A & Susana Urbina. Psychological Testing. (New Jersey : Prentice-Hall Inc, 1997).hal. 86 – 101

[11] Sugiyono.. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. 2007), hal.269

[12] Ibid, 276

[13] Shaw And Wright, Scales for the Measurements of Attitudes.New York:Mc Graw-Hill, 1967. hal.77